StanvasNet | Pakar geologi memperingatkan
tanda-tanda 'kiamat' kehidupan di bumi dari fenomena di Benua Antartika
yang disebut semakin mengkhawatirkan akibat pemanasan global.Pasalnya, permukaan di Benua Antartika terus
mencair di level terendah dalam tiga tahun beruntun.
Ahli geologi dari Spanyol Miguel Angel de Pablo
mengatakan kepada AFP bahwa kebanyakan manusia belum menyadari betapa gawatnya
fenomena es yang terus mencair di kutub selatan bumi tersebut.
"Kami (para ilmuwan) sangat khawatir
karena kita tidak tahu bagaimana cara mengatasinya," ujar De Pablo.
Berdasarkan laporan dari Pusat Data Salju dan Es Amerika Serikat (US National
Snow & Ice Data Center/NSIDC) pada Rabu (28/2), luas Benua Antartika
semakin menyusut jadi kurang dari dua juta kilometer persegi dalam tiga tahun
beruntun hingga Februari tahun ini.
Februari merupakan puncak pencairan permukaan
salju di musim panas pada bagian selatan bumi. Penyusutan permukaan
salju di benua itu merupakan yang terendah sejak pendataan dimulai 46 tahun
silam. Permukaan es laut yang mencair memang tidak langsung berdampak
pada permukaan laut karena berasal dari pembekuan air garam yang sudah ada di
laut.
Meski demikian, es putih itu lebih banyak
menangkal panas sinar matahari ketimbang air laut yang justru menyerap panas.
Kondisi itu pun semakin memperparah pemanasan global sekaligus mengekspos air
tawar di daratan yang menyebabkan kenaikan air laut secara masif jika mencair.
"Meskipun kita tinggal di wilayah yang amat
jauh di bagian yang dihuni, kenyataannya yang terjadi di Benua Antartika akan
sangat mempengaruhi seluruh permukaan bumi," kata De Pablo.
Studi tahun lalu melaporkan bahwa nyaris setengah
volume permukaan es di Antartika telah berkurang dalam 25 tahun terakhir
sehingga melelehkan triliunan ton es ke permukaan laut.
Fenomena itu tak hanya berdampak pada
permukaan laut, tetapi juga mengubah kadar garam dan suhu laut. Temuan
dari para ilmuwan ini semakin menguatkan ancaman serius pemanasan global akibat
efek rumah kaca dari emisi karbon yang semakin besar oleh manusia. (AFP/bac/R1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar